Tari dan Musik Betawi sebagai Akulturasi Multietnik

Abstrak
Akulturasi merupakan perubahan budaya yang ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan, keduanya saling memberi dan menerima. Beberapa kesenian Betawi banyak dipengaruhi budaya Cina karena adanya interaksi budaya antara masyarakat setempat (Betawi) dengan bangsa Cina sebagai pendatang. Bahkan cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek. Demikian pula dengan kesenian Lenong, dimana gambang kromong banyak dipengaruhi unsur alat musik cina yang terdiri dari tehyan, kongahyan dan sukong, dan dipadun dengan alat musik yang berasal dari Betawi.
Kata kunci, Akulturasi, tari Betawi, Musik Betawi
A.    PENDAHULUAN
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan juga dari manca negara. Unsur. seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh para pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau,  yang memberikan keindahan Kota Jakarta. lbarat pintu gerbang yang megah  Jakarta telah menarik ribuan bahkan jutaan pengunjung dari luar dan kemudian bermukim sebagai penghuni tetap, sehingga telah banyak mempengaruhi budaya lokal yakni budaya betawi.
Lebih dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai saat inipun  semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, dan Arab, oleh sebab dan tujuan masing-masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri sementara bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk, adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis, pengaruh orang-orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara.
Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing- masing kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya semua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi. Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri kebudayaanya yang makin lama semakin baik, sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu.
B. Pembahasan
1. Akulturasi Multi Etnik Pada Bentuk Tari BetawiMenurut Sumandiyo Hadi (2006:35) akulturasi dan inkulturasi merupakan dua hal yang berkaitan satu sama lain. Akulturasi sebagai perubahan budaya ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan, keduanya saling memberi dan menerima atau shoter. Lebih lanjut Sumandiyo Hadi juga mengatakan the encounter between two cultures (pertemuan antara dua kebudayaan). Bee dalam Hadi (2006; 35) memberikan parameter pengertian akulturasi yaitu :
Sejak dulu orang Betawi tinggal di berbagai wilayah Jakarta. Ada yang tinggal di pesisir, di tengah kota dan pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal menyebabkan perbedaan kebiasaan dan karakter. Selain itu interaksi dengan suku bangsa lain memberi ciri khas bagi orang Betawi. Tari yang diciptakanpun berbeda. Interaksi orang Betawi dengan bangsa Cina tercipta tari cokek, lenong, dan  gambang kromong.
Kata Cokek berasal dari bahasa Cina : Cio Kek, artinya penari dan penyanyi. Tari cokek diiringi musik gambang kromong. Dalam sejarah kesenian Betawi, Cokek merupakan salah satu hiburan unggulan. Selain luas penyebarannya juga dengan cepat banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran. Pada saat itu hampir setiap diselenggarakan pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga pesta pengantin sunat, selalu menampikan Cokek sebagai hiburan untuk para tamu undangan. Selain itu pada perayaan pesta rakyat juga kerap kali menghadirkan para penari Cokek yang selalu mempertunjukan kepiawaiannya menari sambil menyanyi. Kelihatannya kurang lengkap jika penari cokek sekadar menari. Karenanya dalam perkembangan selain menari juga harus pintar olah vokal dengan suara merdu diiringi alunan musik Gambang Kromong.
Dalam buku “Ikhtisar Kesenian Betawi” edisi Nopember 2003 terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, yang ditulis oleh H. Rachmat Ruchiyat, Drs. Singgih Wibisono dan Drs. H. Rachmat Syamsudin, tidak menyebutkan sejak kapan jenis tarian Cokek itu muncul ke permukaan. Tidak disebutkan pula secara jelas siapa tokoh atau pelaku pertama yang memperkenalkan tarian egal-egol sembari menggoyang-goyangkan pinggulnya yang “kenes”. Tentulah ada kegenitan lain yang dimunculkan oleh para penari tersebut untuk menarik lawan jenisnya, Ditambah kerlingan mata sang penari yang indah memikat para tamu lelaki untuk ikutan ngibing berpasangan di panggung atau pelataran rumah warga. Orang Betawi menyebut Tari Ngibing Cokek. Selama ngibing mereka disodori minuman tuak agar bersemangat. Mirip dengan Tari Tayub dari Jawa Tengah.
Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Jauh sebelum Perang Dunia ke II meletus tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong golongan Cina peranakan. Cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong. Bahkan ada pula yang menyediakan perumahan untuk tempat tinggal khusus mereka. Di zaman merdeka seperti sekarang ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan kesejahteraan mereka. Walaupun saat ini ditangani  kantor Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum maksimal. Sehingga kesenian Cokek sekarang sepertinya berada di ujung tanduk, hidup enggan mati pun tak mau. (Tjok Hendro) www.tamanismailmarzuki.com.
Lenong adalah kesenian tradisional Betawi. Lenong mulai berkembang akhir abad ke-19. Sebelumnya masyarakat mengenal komedi stambul dan teater bangsawan. Komedi stambul dan teater bangsawan dimainkan oleh bermacam suku bangsa dengan menggunakan bahasa Melayu. Orang Betawi meniru pertunjukan itu. Hasil pertunjukannya kemudian disebut Lenong.
Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur pribumi dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
Musik Betawi lainnya yang banyak menyerap pengaruh Sunda adalah gamelan topeng. Disebut dernikian karena gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi pagelaran teater rakyat yang kini dikenal dengan sebutan topeng Betawi.
Keberadaan Jurusan Pendidikan Seni tari di Ibu Kota Jakarta menjadikan materi tari betawi sebagai identitas muatan lokal yang harus dikaji secara mendalam dari sisi sejarah dan akulturasinya, sehingga peserta didik tidak hanya mempelajari repertoar bentuk tari akan tetapi memahami juga perkembangan tari betawi berdasarkan histories dan pengaruh-pengaruhnya.

(Pertama, akulturasi menunjuk kepada suatu jenis perubahan budaya yang terjadi apabila dua system budaya bertemu. Kedua, akulturasi menunjuk kepada suatu proses perubahan yang dibedakan dari proses difusi, inovasi, invensi maupun penemuan. Ketiga, akulturasi dipahami sebagai suatu konsep yang dapat digunakan sebagai kata sifat untuk menunjuk suatu kondisi, misalnya kondisi kelompok budaya yang satu lebih terakulturasi dari budaya lain).
Dalam proses akulturasi, individu yang membawa berbagai unsure kebudayaan asing atau pelaksana akulturasi harus memahami prinsip kesamaan. Dan perlu dipahami juga bahwa dalam masyarakat individu yang tidak mudah menerima kebudayaan asing dan tidak sedikit pula yang “progresif” dan lekas menerima hal yang baru (Koentjaraningrat, 1980: 268-269). Ini dikarenakan adanya berbagai macam unsure asing yang kurang atau tidak menunjukan kegunaan fungsi yang sama (Hadi: 2006: 44). Menurut Kroeber dalam Hadi (2006; 39) suatu unsure kebudayaan asli tidak mudah dapat diganti begitu saja, tanpa terintegrasikan ke dalam prinsip budaya yang ada.
a. Tari Betawi
Tari Cokek
cokek15
cokek24
Tari cokek merupakan tari pergaulan dan hiburan. Beberapa penari wanita memberikan selendang kepada tetamu. Pemberian selendang itu sebagai tanda bahwa tamu diajak menari. Penari dan tamu menari saling berhadapan dengan jarak sangat dekat tapi tidak bersentuhan. Penari lebih banyak bergerak di tempat atau maju mundur. Gerakan lain saling membelakangi. Selesai menari tamu yang diajak menari memberikan hadiah uang kepada penari. Dahulu penari cokek memakai busana celana panjang dan kebaya. Rambutnya ditata kepang dua. Kini penari cokek memakai kain batik, kebaya encim atau kebaya biasa dengan rambut terurai lepas.
Lenong
Hampir di semua wilayah Jakarta ada perkumpulan atau grup lenong. Bahkan banyak pula perkumpulan lenong di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Pertunjukan lenong biasanya untuk memeriahkan pesta. Dahulu lenong sering ngamen. Pertunjukan ngamen ini dilakukan bukan untuk memeriahkan pesta tetapi untuk memperoleh uang. Penonton yang menyaksikan pertunjukan akan diminta uang sukarela.
Pertunjukan lenong diiringi oelh gambang kromong, maka gambang kromong disebut sebagai orkes pengiring. Gambang kromong banyak dipengaruhi oleh unsur alat musik Cina. Alat musik itu antara lain : tehyan, kongahyan dan sukong. Selebihnya alat musik kempor, ningnong dan kecrek. Kuatnya unsure cina ini, karena dahulu orkes gambang kromong dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan cina.
2. Akulturasi Multi Etnik Pada Musik Betawi
Sampai awal abad ke-20 lagu-lagu gambang kromong masih dalam bahasa Cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20, repertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa Betawi. Dapat dikatakan gambang kromong merupakan pembauran yang harmonis. Dalam pergelarannya, gambang kromong selalu membawakan lagu berciri Cina dan Betawi. Ciri khas Cina sangat kental dalam lagu-lagu instrumental yang disebut lagu Phobin.
Lagu-lagu phobin terdiri dari beberapa judul yang masih berbahasa Cina, seperti Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa. Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan lain-lain. Lagu Betawi  yang sangat terkenal misalnya: Cente Manis, Kramat karem, Sirih Kuning, Galatik Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudehel, Kicir-Kicir, jail-Jali dan lain-lain.
Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokek merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendiri.
Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.
C. Kesimpulan
Kesenian Betawi merupakan muatan lokal dari pendidikan formal maupun non formal, untuk itu wajib dipelajari oleh siswa di tingkat dasar sampai menengah atas, demikian pula halnya dengan guru-guru kesenian di DKI Jakarta. Kesenian Betawi sering digunakan sebagai materi lomba antar sekolah, bahan apresiasi maupun pengembangan karya tari baru yang berpijak pada tari betawi.(Penulis adalah pengajar Iringan Tari pada Jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni – Universitas Negeri Jakarta). Oleh: Ojang Cahyadi ]